Selasa, 09 April 2013

untitled


 “Ratih ?” panggil seorang ibu berusia 30-an yang sedang hamil tua .

Gadis yang sedang membenarkan tali sepatunya itu kemudian bangkit, menghampiri sumber suara. Ibu itu langsung mengulurkan tangannya.

“Selamat ya, tahun ini kamu juara umum . Nanti ada perpisahan kakak kelas di hotel *********, datang ya. Ada hadiah. ” kata ibu guru sebuah SMP swasta itu.

Gadis kelas 2 sekolah menengah pertama itu tersenyum, membalas uluran tangan gurunya tapi nampak tidak terlalu senang. Ia tahu, orangtuanya tidak akan datang.

@ Jalan Lembah Nyiur No.58

 “Ma, perpisahan nanti dateng dong.” Bujuk gadis itu. Besar harapannya ibunya akan datang.

“Ih gak bisa lah, mama ada acara di sekolah juga, ada akreditasi gak bisa ditinggal.”

Gadis itu mencelos, hatinya sedih tapi pura-pura tidak peduli. Ia mengambil sepotong brownies cokelat buatan tantenya, memasukannya dengan sadis ke dalam mulut.

“Papi bisa ?” Gadis itu sekarang merajuk ayahnya.

“Gimana nanti, ya kalo gak ada acara Insya Allah datang. Lagian itu acara perpisahan kakak kelas, nanti aja kalau kamu yang perpisahan.” Jawab ayahnya.

“Juara satu loh..hehe..” Gadis itu menyeringai, menggoda ayahnya, tapi ditanggapi pun sepertinya tidak.

“Loh ya kan bisa ambil rapot sendiri, dari SD juga bisa kan?” ayahnya bertanya.

Senyuman gadis itu terhenti. Ia memilih masuk ke kamarnya dan tidak menanyakan hal itu lagi.


5 tahun kemudian...
                Matahari baru saja terbit,  masih belum siap memulai hari yang cerah itu tapi seorang gadis justru sudah berpakaian rapi dengan kebaya cokelat. Rambutnya disanggul. Bibirnya diolesi lipgloss agar sedikit mengilap. Ia sedang ceria, hari itu hari besar buatnya. Hari ini perpisahan sekolah menengah atas digelar dan secara perdana film buatan ia dan beberapa temannya akan diputar di pertengahan acara. Gadis itu menghabiskan banyak waktunya untuk taking vocal, berharap nanti orangtuanya akan ikut menyaksikan film itu.
               
  Sepulang dari salon, ia pulang kerumah. Sepi. Tak ada tanda-tanda ayah dan ibunya bersiap-siap, padahal surat undangannya sudah ia tempel besar-besar di ruang tengah.
Tak lama, ibunya akhirnya keluar dari kamar, masih mengenakan daster. Gadis itu tercengang.
“Mama gak datang ?” Gadis itu kaget. Ibunya menggeleng. Disusul ayahnya yang keluar dengan muka geram. Gadis itu tahu, kedua orangtuanya pasti sedang berselisih paham.
                
Gadis itu tidak tahu masalah apa yang terjadi hari itu, tapi pikiran singkatnya mengatakan mereka berdebat soal siapa yang akan datang ke acara perpisahannya.  Tapi.. sepertinya lebih dari itu, sepertinya ada sesuatu yang lain. Gadis itu memilih untuk tidak mau tahu.
                
Untuk beberapa saat, gadis itu merajuk orangtuanya agar datang. Setelah sedikit perdebatan, mereka berdua akhirnya sepakat datang berdua.
                
Gadis itu mengambil posisi duduk di bangku belakang sebuah mobil berwarna merah. Ia membiarkan kedua orangtuanya duduk di depan. Berharap mereka mulai bicara baik-baik.
                
Setengah perjalanan, perdebatan makin hebat. Keduanya mulai saling berteriak, sesekali ia mendengar ibunya terisak. Gadis itu menggigit bibirnya, menahan airmata. Ia tidak ingin telihat cengeng.
                
Setetes air mata akhirnya jatuh. Ia menarik tusuk kondenya, membiarkan rambutnya yang disanggul rapi jatuh tergerai. Matanya sembab, make up-nya luntur. Ia sudah tidak perduli.
                
Gadis itu akhirnya angkat bicara, ikut berteriak. Ia rasa acara hebatnya sudah gagal. Ia hanya berharap menemukan tombol skip dan melewatkan hari itu dengan cepat.
                 
Beberapa teman gadis itu rupanya sudah menunggu digerbang. Asti langsung memeluk gadis yang baru saja turun dari mobil itu. Ibunya menyusul turun, mereka menyalaminya dengan santun.
               
 “Kok telat ?” tanya Asti.
            
 “Macet.” Jawab gadis itu singkat, lalu membalas pelukan Asti, Amey, dan yang lainnya.
           
 “Mata sembab ? Gak mau di make up lagi?” Asti menggoda. Ia ingat jelas bagaimana ratih menangis saat pemotretan buku tahunan karena tidak suka wajahnya dicemongi berbagai peralatan kosmetik.
          
 Gadis itu menyeka airmatanya, tersenyum singkat lalu mengajak semuanya masuk ke dalam. Sebelum masuk, ia menoleh ke belakang, menatap dengan nanar sebuah mobil berwarna merah yang meninggalkan gerbang. Jelas, ayahnya tidak akan datang.



Beberapa bulan kemudian..

                Gadis itu melangkah gontai kearah kampusnya. Ia merasa kurang sehat hari itu, padahal ia sudah melahap obat-obatan untuk meringankan sakitnya. Ia merasakan peluh dingin di leher dan kedua tangannya. Jantungnya mulai berdebar dengan cepat, mual menyeruak namun Ia mencoba terus menyaingi langkah Tia dan Rere yang berjalan di depannya.
                
Gadis itu menahan bagian perutnya yang tiba-tiba ngilu dengan kedua tanagannya. Ia membiarkan kedua temannya berjalan terlebih dulu. Ia meringis.. kemudian ia bahkan tidak tahu lagi apa yang terjadi.
@RS PMI Bogor
                
Gadis itu membuka matanya pelan-pelan. Matanya kabur seperti dipenuhi sarang laba-laba. Beberapa alat rekam jantung terpasang di dadanya. Ia mengedarkan pandang ke sekeliling. Ruangan ramai . Banyak sekali orang-orang. Ada perawat, teman-teman kampus, teman-teman ESGRIM, teman-teman UKM bahkan teman SMP yang sudah lama tak bertemu ikut datang menjenguk.
                
Gadis itu barulah sadar, sesuatu terjadi padanya siang tadi. Tapi ia begitu lemah untuk berpikir. Kata terakhir yang ia ingat adalah ia berkata, ia ingin pulang ke rumah.


@ Jalan Lembah Nyiur.
               
 Permintaan gadis itu dipenuhi. Sepertinya ia sudah tertidur terlalu lama sehingga ia tidak sadar ia sudah ada dirumah.
                
Dini hari. Gadis itu bangkit dari tempat tidur ibunya, semalaman sepertinya gadis itu tidur di kamar orangtuanya. Kepalanya berat, tapi ia rasanya ingin buang air kecil. Ia melangkah dengan hati-hati ke toilet, dengan sedikit membungkuk, karena untuk berjalan tegap, ia masih merasa ngilu.
                
Tidak lama, sakit itu datang lagi. Ia mulai memuntahkan isi perutnya yang kosong sejak kemarin siang. Entah apa yang ia muntahkan, namun jelas rasanya pahit. Tangannya bergetar lemas memegang kunci toilet, mencoba membuka pintunya namun sekarang sakitnya ditambah di bagian dada.
                
Ia mencoba sekuat tenaga membuka kunci pintu, akhirnya terbuka, namun kakinya terantuk ke lantai,  ia tahu, ia tidak bertenaga lagi.
               
Ia tidak ingat kejadian selanjutnya, namun saat ia bangun ..
               
Ia berada di sebuah mobil berwarna merah. Ia mendengar ayahnya agak berteriak, panik.  Sesekali ibunya terisak, menangis.
                
Gadis itu mencoba menerjemahkan apa yang terjadi. Apakah kedua orangtuanya bertengkar lagi?  Ia menatap ke dalam mata ibunya. Ia mendapati ibunya mendekapnya hangat di bangku belakang. Ibunya membisikan ayat-ayat suci di telinga gadis itu, Ayahnya meminta gadis itu bertahan, kuat, “sebentar lagi kita sampai dirumah sakit.”, katanya.
                
Gadis itu selamat. Ia berusaha mengabulkan permintaan ayahnya. Sejak saat itu, ayahnya tak pernah lagi membiarkan permintaan gadis itu tidak terpenuhi.
                
Meskipun tidak semua keinginanmu terpenuhi, gadis itu sangat berharap kau tetap setia mengabulkan seluruh keinginan orangtuamu.







Tidak ada komentar:

Posting Komentar