“Ratih ?” panggil seorang ibu berusia 30-an
yang sedang hamil tua .
Gadis yang sedang membenarkan
tali sepatunya itu kemudian bangkit, menghampiri sumber suara. Ibu itu langsung
mengulurkan tangannya.
“Selamat ya, tahun ini kamu juara
umum . Nanti ada perpisahan kakak kelas di hotel *********, datang ya. Ada hadiah.
” kata ibu guru sebuah SMP swasta itu.
Gadis kelas 2 sekolah menengah
pertama itu tersenyum, membalas uluran tangan gurunya tapi nampak tidak terlalu
senang. Ia tahu, orangtuanya tidak akan datang.
@ Jalan Lembah Nyiur No.58
“Ma, perpisahan nanti
dateng dong.” Bujuk gadis itu. Besar harapannya ibunya akan datang.
“Ih gak bisa lah, mama ada acara di sekolah juga, ada
akreditasi gak bisa ditinggal.”
Gadis itu mencelos, hatinya sedih tapi pura-pura tidak
peduli. Ia mengambil sepotong brownies cokelat buatan tantenya, memasukannya
dengan sadis ke dalam mulut.
“Papi bisa ?” Gadis itu sekarang merajuk ayahnya.
“Gimana nanti, ya kalo gak ada acara Insya Allah datang. Lagian
itu acara perpisahan kakak kelas, nanti aja kalau kamu yang perpisahan.” Jawab ayahnya.
“Juara satu loh..hehe..” Gadis itu menyeringai, menggoda
ayahnya, tapi ditanggapi pun sepertinya tidak.
“Loh ya kan bisa ambil rapot sendiri, dari SD juga bisa kan?”
ayahnya bertanya.
Senyuman gadis itu terhenti. Ia memilih masuk ke kamarnya
dan tidak menanyakan hal itu lagi.
5 tahun kemudian...
Matahari
baru saja terbit, masih belum siap
memulai hari yang cerah itu tapi seorang gadis justru sudah berpakaian rapi dengan
kebaya cokelat. Rambutnya disanggul. Bibirnya diolesi lipgloss agar sedikit mengilap. Ia sedang ceria, hari itu hari
besar buatnya. Hari ini perpisahan sekolah menengah atas digelar dan secara
perdana film buatan ia dan beberapa temannya akan diputar di pertengahan acara.
Gadis itu menghabiskan banyak waktunya untuk taking vocal, berharap nanti orangtuanya akan ikut menyaksikan film
itu.
Sepulang
dari salon, ia pulang kerumah. Sepi. Tak ada tanda-tanda ayah dan ibunya
bersiap-siap, padahal surat undangannya sudah ia tempel besar-besar di ruang
tengah.
Tak lama, ibunya akhirnya keluar dari kamar, masih
mengenakan daster. Gadis itu tercengang.
“Mama gak datang ?” Gadis itu kaget. Ibunya menggeleng.
Disusul ayahnya yang keluar dengan muka geram. Gadis itu tahu, kedua
orangtuanya pasti sedang berselisih paham.
Gadis
itu tidak tahu masalah apa yang terjadi hari itu, tapi pikiran singkatnya
mengatakan mereka berdebat soal siapa yang akan datang ke acara
perpisahannya. Tapi.. sepertinya lebih
dari itu, sepertinya ada sesuatu yang lain. Gadis itu memilih untuk tidak mau
tahu.
Untuk
beberapa saat, gadis itu merajuk orangtuanya agar datang. Setelah sedikit
perdebatan, mereka berdua akhirnya sepakat datang berdua.
Gadis
itu mengambil posisi duduk di bangku belakang sebuah mobil berwarna merah. Ia
membiarkan kedua orangtuanya duduk di depan. Berharap mereka mulai bicara
baik-baik.
Setengah
perjalanan, perdebatan makin hebat. Keduanya mulai saling berteriak, sesekali
ia mendengar ibunya terisak. Gadis itu menggigit bibirnya, menahan airmata. Ia tidak
ingin telihat cengeng.
Setetes
air mata akhirnya jatuh. Ia menarik tusuk kondenya, membiarkan rambutnya yang
disanggul rapi jatuh tergerai. Matanya sembab, make up-nya luntur. Ia sudah
tidak perduli.
Gadis
itu akhirnya angkat bicara, ikut berteriak. Ia rasa acara hebatnya sudah gagal.
Ia hanya berharap menemukan tombol skip
dan melewatkan hari itu dengan cepat.
Beberapa teman gadis itu rupanya sudah
menunggu digerbang. Asti langsung memeluk gadis yang baru saja turun dari mobil
itu. Ibunya menyusul turun, mereka menyalaminya dengan santun.
“Kok
telat ?” tanya Asti.
“Macet.”
Jawab gadis itu singkat, lalu membalas pelukan Asti, Amey, dan yang lainnya.
“Mata
sembab ? Gak mau di make up lagi?” Asti menggoda. Ia ingat jelas bagaimana
ratih menangis saat pemotretan buku tahunan karena tidak suka wajahnya dicemongi
berbagai peralatan kosmetik.
Gadis
itu menyeka airmatanya, tersenyum singkat lalu mengajak semuanya masuk ke
dalam. Sebelum masuk, ia menoleh ke belakang, menatap dengan nanar sebuah mobil
berwarna merah yang meninggalkan gerbang. Jelas, ayahnya tidak akan datang.
Beberapa bulan
kemudian..
Gadis itu melangkah gontai
kearah kampusnya. Ia merasa kurang sehat hari itu, padahal ia sudah melahap
obat-obatan untuk meringankan sakitnya. Ia merasakan peluh dingin di leher dan
kedua tangannya. Jantungnya mulai berdebar dengan cepat, mual menyeruak namun Ia
mencoba terus menyaingi langkah Tia dan Rere yang berjalan di depannya.
Gadis
itu menahan bagian perutnya yang tiba-tiba ngilu dengan kedua tanagannya. Ia
membiarkan kedua temannya berjalan terlebih dulu. Ia meringis.. kemudian ia
bahkan tidak tahu lagi apa yang terjadi.
@RS PMI Bogor
Gadis
itu membuka matanya pelan-pelan. Matanya kabur seperti dipenuhi sarang
laba-laba. Beberapa alat rekam jantung terpasang di dadanya. Ia mengedarkan
pandang ke sekeliling. Ruangan ramai . Banyak sekali orang-orang. Ada perawat,
teman-teman kampus, teman-teman ESGRIM, teman-teman UKM bahkan teman SMP yang
sudah lama tak bertemu ikut datang menjenguk.
Gadis
itu barulah sadar, sesuatu terjadi padanya siang tadi. Tapi ia begitu lemah
untuk berpikir. Kata terakhir yang ia ingat adalah ia berkata, ia ingin pulang
ke rumah.
@ Jalan Lembah Nyiur.
Permintaan
gadis itu dipenuhi. Sepertinya ia sudah tertidur terlalu lama sehingga ia tidak
sadar ia sudah ada dirumah.
Dini
hari. Gadis itu bangkit dari tempat tidur ibunya, semalaman sepertinya gadis
itu tidur di kamar orangtuanya. Kepalanya berat, tapi ia rasanya ingin buang
air kecil. Ia melangkah dengan hati-hati ke toilet, dengan sedikit membungkuk,
karena untuk berjalan tegap, ia masih merasa ngilu.
Tidak
lama, sakit itu datang lagi. Ia mulai memuntahkan isi perutnya yang kosong
sejak kemarin siang. Entah apa yang ia muntahkan, namun jelas rasanya pahit. Tangannya
bergetar lemas memegang kunci toilet, mencoba membuka pintunya namun sekarang
sakitnya ditambah di bagian dada.
Ia
mencoba sekuat tenaga membuka kunci pintu, akhirnya terbuka, namun kakinya
terantuk ke lantai, ia tahu, ia tidak
bertenaga lagi.
Ia
tidak ingat kejadian selanjutnya, namun saat ia bangun ..
Ia
berada di sebuah mobil berwarna merah. Ia mendengar ayahnya agak berteriak,
panik. Sesekali ibunya terisak,
menangis.
Gadis
itu mencoba menerjemahkan apa yang terjadi. Apakah kedua orangtuanya bertengkar
lagi? Ia menatap ke dalam mata ibunya.
Ia mendapati ibunya mendekapnya hangat di bangku belakang. Ibunya membisikan
ayat-ayat suci di telinga gadis itu, Ayahnya meminta gadis itu bertahan, kuat, “sebentar
lagi kita sampai dirumah sakit.”, katanya.
Gadis
itu selamat. Ia berusaha mengabulkan permintaan ayahnya. Sejak saat itu,
ayahnya tak pernah lagi membiarkan permintaan gadis itu tidak terpenuhi.
Meskipun tidak semua keinginanmu terpenuhi, gadis itu sangat berharap kau tetap setia mengabulkan seluruh keinginan orangtuamu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar