Jam pelajaran
pertama.
Seperti biasa gue dan 4 antek-antek gue duduk berjejer, tapi
kali ini kita gak duduk paling depan seperti biasa.
Apes, kita kebagian duduk rada belakang. Kalo udah gini
biasanya gue udah gak mood buat belajar.
Kira-kira jam dua belas siang gue udah mulai bosen parah,
ditambah mata kuliah kali ini 3 sks dan baru bubar sekitar jam setengah dua
siang nanti.
Mau coret-coret, bosen.
Mau ngemil, ga bawa makanan.
Mau maen uno, takut diusir.
Gue celingukan liat kanan kiri, semuanya serius, beberapa
manggut-manggut, entah ngerti atau ngantuk.
Dosen terus nyerocos
. kalo ibarat pepatah masuk kuping kanan keluar kuping kiri, ini
semua pasal sama peraturan yang dicekokin ke kuping kanan gue bahkan gak bisa
nembus sama sekali, mental keluar ruangan dan berjatuhan ke lantai satu.
Gue bukan tipe orang yang gak menghargai dosen, tapi metode
pengajaran satu arah kayak gini bener-bener gak cocok sama gue, jadi bukan salah gue juga sih kalo gue
lebih milih asyik sendiri sama benda-benda di sekitar gue.
Dan untuk mengatasi rasa jenuh, guepun mengembangkan daya
khayal gue yang terkenal maha dahsyat.
Fokus. Fokus. Fokus. Gue memicingkan mata.
Tiba-tiba gue ada di ruangan gelap. Perlahan cahaya terang
memaksa masuk. Tirai merah dibuka sedikit-sedikit.
Gue berdecak kagum.
Sebuah pertunjukan dimulai. Dosen gue yang sangar berkumis tiba-tiba hilang
ditelan layar hitam yang menayangkan film-film komedi. Gue terus membayangkan
film-film lucu yang pernah gue tonton diputar ulang dilayar besar itu.
Di dunia nyata, gue duduk santai sambil pura-pura makan
popcorn, tangan kanan gue mulai mengambil jagung beledug khayalan itu satu
persatu, memasukannya ke mulut lalu mengunyah nikmat sambil menikmati
pertunjukan.
Gue cekikikan, temen-temen yang duduk dibelakang dan
mayoritas kaum adam itu menatap gue dengan tatapan aneh. Gue gak begitu kenal
sama anak laki-laki di kelas, jadi gue cuek aja ngunyah popcorn yang cuma bisa
diliat sama mata batin ini.
Nita yang duduk di sebelah gue memandang curiga, “Lagi
ngapain sih?” Dia mulai penasaran.
Gue tersenyum lebar, menyodorkan popcorn khayalan gue, “Mau
popcorn?”
Nita kebingungan, menatap sekilas kedalam mata gue, lalu
mengangguk setuju. Dia mulai ikut-ikutan menikmati invisible popcorn gue .
Awalnya satu. Lama-lama si Dior, temen gue yang maha bongsor
ikut-ikutan juga.
Ditengah pertunjukan. Satu masalah terjadi, perut gue mulai
keruyukan. Belum ketemu setetes airpun sejak pagi.
Ternyata invisible
popcorn ini gak cukup bikin gue kenyang.
Gue, Nita, dan Ayu akhirnya memilih buat keluar kelas dulu,
nyari makan.
Sekembalinya gue ke kelas pertunjukan hampir selesai. Mungkin
aslinya sih dosen gue berhenti ngomong, entah karena capek atau udah gak kuat
nahan busa yang keluar dari mulutnya.
Gue menatap takzim, tiga barisan paling belakang yang diisi
kaum adam yang tadi menatap gue dengan tatapan aneh sekarang lagi duduk santai,
menatap lurus-lurus ke depan, tangan mereka bergerak aneh seperti mengambil
sesuatu, lalu memasukan ke dalem mulutnya, serentak.
Astagadragon. Percaya atau enggak mereka ikut-ikutan makan invisible popcorn. Mungkin ikut
menikmati pertunjukan.
Beberapa bahkan ada yang sambil minum invisible drink juga.
Dengan kekuatan magis kelas ini udah gue ubah jadi gedung bioskop.
Dengan kekuatan magis kelas ini udah gue ubah jadi gedung bioskop.
Gue ngakak sejadi-jadinya. Disusul tatapan killer dosen yang dari tadi merhatiin
“dalang” dari tingkah laku anak-anak kelas ini.
Kayaknya beliau bakal ngamuk, terlebih tadi kita keluar
lamaaaa banget.
Dosen melangkah ke arah gue .
DEG.
Gue buru-buru memasang tampang memelas, senyum
malu-malu kayak kucing yang mau disembelih.
Kepalang ga enak karena udah gue senyumin, akhirnya beliau
malah senyum balik.
Nita menatap takjub kearah gue.
Gue mengedipkan sebelah mata, tertawa puas dalam hati.
TAMAT
Tidak ada komentar:
Posting Komentar