Jumat, 28 Juni 2013

flashback : 22 Oktober 2012

suatu malam, tahun lalu,
22 Oktober 2012, beberapa hari sebelum ulang tahunku.

malam itu hujan deras baru saja berhenti, aku menatap kaca mobil angkutan umum yang sudah berembun. dingin.
aku hendak pulang setelah menghabiskan hari ini bersama teman-teman, agak lelah.
kami main di salah satu game center di kota Bogor, karaoke, dan berbelanja beberapa potong pakaian walaupun sebenarnya aku belum terlalu butuh, hanya ikut teman-teman.

aku duduk di bangku sebelah kiri dekat pintu. mobil angkutan umum ini lumayan kosong,
hanya ada aku dan dua orang laki-laki, yang satu duduk di bangku depan dekat supir.

baru seperempat perjalanan, naiklah seorang anak perempuan, pengamen.
tubuhnya kurus, hitam manis, rambutnya panjang bau khas matahari dikuncir seperti ekor kuda,
ia tidak duduk di bangku, melainkan di jalan masuk penumpang seperti kebanyakan pengamen.
gadis itu sebenarnya manis, ia punya sepasang lesung pipi yang menggemaskan, namun kulitnya yang berdebu membuatnya tampak tidak terurus, lusuh.

aku terus memperhatikan pengamen cilik itu, ia sudah hampir 5 menit duduk di bawah tapi tidak juga memainkan ukulele-nya untuk bernyanyi, aku bisa merasakan ia menghembuskan nafas panjang.
kami berdua sama-sama terlihat lelah dan tidak bertenaga,
hanya bedanya, aku habis bermain bersama teman-teman, sedangkan gadis ini nampak sekali habis memikul sebuah beban, kehidupan jalanan.

setelah cukup lama, aku sadar dia memang tidak berniat ngamen seperti biasanya.

aku menepuk pundaknya, kemudian beralih menepuk bangku kosong di sebelahku.
"sini.." aku tersenyum tipis, ia menoleh kearahku, sebentar, membalas senyumanku, kemudian menggeleng sopan.

"gak apa-apa, temenin kaka ngobrol..bosen sendirian nih.." aku meyakinkan, begitu penasaran dengan gadis kecil ini.

ia menurut, langsung beranjak dari tempat duduknya .

"mau kemana ?" aku bertanya lembut, hati-hati dengan gadis bermata sayu ini.

"pulang, habis ngamen ka .."

"kok keliatan sedih ? kenapa ?" aku semakin penasaran, gadis itu menarik bibirnya, ragu-ragu bercerita.

aku mengusap pundaknya yang kecil, ia tidak lebih besar dari keponakanku, paling-paling baru duduk di kelas dua SD,

gadis itu menarik nafas, "tadi habis ngamen tapi uangnya diambil semua sama anak punk.."
aku tercekat, ikut sakit hati.

"berapa yang mereka ambil ?"

"sembilan belas ribu.", aku kaget, bagaimana mungkin seorang gadis kecil ini begitu sedih kehilangan beberapa rupiah yang bahkan sama sekali tidak sebanding dengan harga yang baru saja aku keluarkan untuk sekedar ongkos kendaraan ke tempat yang dijanjikan teman-teman tadi.

"itu hasil seharian ka, agak sepi, tadi juga hujan gede, orang-orang gak banyak ngasih" ia menambahkan.

"kok kamu yang kerja ? ayah kamu kemana ?" aku merendahkan suara. takut ia tersinggung. aku sebenarnya enggan menanyakan hal ini, tapi kemudian aku begitu didesak penasaran.

"ada, tapi gak kerja, paling cuma main lotre."

aku merasa marah, entah pada siapa, aku berusaha mengendalikan perasaanku.

"oh iya, kaka gak tau nama kamu.."aku mengalihkan pembahasan.

"Desi, kak.."

"kamu sekolah ?" , ia mengangguk.

"tebak-tebakan yuk, pasti kelas dua SD ya ?"

"tiga." ia mulai tertawa kecil.

"berarti delapan tahun ?" aku menggodanya lagi, masih bermain tebak-tebakan.

"iya, empat hari lagi . hehe." gadis itu terkekeh, gigi depannya yang panjang membuatnya nampak manis.

"26 bulan 10 ?" aku kaget, gadis itu mengangguk mantap.

"sama, kaka juga empat hari lagi depalan belas tahun, berarti ulang tahun kita samaan ? oh iya, kan tahun ini barengan sama idul adha, jadi ulang tahun kita dirayain umat islam sedunia.." aku mencoba bercanda.

"iya, dirayain sama semua kambing qurban ya ka ? hehe" ia mulai ikut dalam percakapan, kami mulai terlihat seperti kakak-adik .

aku tersenyum simpul, gadis ini begitu menyenangkan. sopan walaupun hidup di dalam kerasnya jalanan.
malam itu kami berbicara panjang lebar, asyik dengan segala persamaan yang kami temukan. ia bercerita kalau ia baru saja mendapat peringkat satu di kelasnya, dari gaya bicaranya aku tahu dia anak yang pandai.

dua orang gadis, terpaut usia 10 tahun, hari ulang tahun yang sama, hidup di keluarga yang berbeda.
sejak hari itu mereka berdua memutuskan untuk bersahabat.

gadis itu membantuku melihat kehidupan dari sisi yang lain. seperti guru yang penuh pengalaman, gadis itu mengajarkanku bagaimana menjadi anak perempuan, harus tangguh, mandiri, dan bisa diandalkan.

dibandingkan gadis itu, aku memang jauh belum ada apa-apanya tapi setelah ini aku berjanji akan terus mencoba. demi pertemuan malam ini, dan rasa syukur atas segala yang sudah aku miliki, aku berjanji aku tak akan mengeluh lagi.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar