Nama itu ayahku ambil dari sebuah kisah legendaris berjudul "Tutur Tinular" yang sangat ia gemari.
Aku rasa tidak ada salahnya kalau aku menjadikan kisah ini sebagai pengantar tidur kita malam ini. Baiklah, segera berbaring dan tarik selimut sampai ke leher, pejamkan mata dan dengarkan kisah ini baik-baik :)
Alkisah, hiduplah seorang pemuda gagah nan tampan yang mumpuni dalam olah kanuragan (ilmu untuk meringankan tubuh yang mampu membuatnya lari melesat bagaikan terbang, lalu melayangkan pukulan dua belas jurus) sehingga ia ditakuti oleh musuh-musuhnya. Pendekar ini juga dikenal sangat pemberani dan pantang mundur melawan musuh dengan bantuan sebuah pedang sakti bernama Pedang Naga Puspa buatan Mpu Ranubhaya (*kemudian nama Puspa inilah yang dipakai menjadi ide nama Puspita sebagai nama tengahku*). Namun disisi lain, ia sangat kesulitan dalam menaklukan perasaanya sendiri untuk mengutarakan cintanya kepada seorang perempuan yang merupakan cinta pertamanya.
Marilah kita panggil pemuda ini dengan nama Arya Kamandanu.
Dalam cerita ini, Arya Kamandanu dikisahkan jatuh cinta kepada seorang gadis jelita bernama Dewi Nari Ratih, seorang kembang desa Manguntur, anak dari Rakryan Wuru, bekas salah satu kepala prajurit Singhasari.
Parasnya yang cantik membuatnya menjadi rebutan pemuda di desanya. Salah satunya bernama Dangdi, putera kepala desa Manguntur yang selalu mengejar-ngejar cinta Nari Ratih. Namun, karena hati Nari Ratih pun sudah berlabuh kepada Kamandanu, maka Ratih pun menolaknya sehingga terjadi perselisihan antara Kamandanu dengan Dangdi.
Saat itu, Kamandanu masih sangat polos, meski ia sangat mencintai Ratih, ia selalu ragu-ragu dalam mengungkapkan perasaan cintanya kepada Ratih sehingga Ratih kerap kali kecewa akan sikap Kamandanu yang kurang tegas ini.
Arya Dwipangga, kakak kandung Kamandanu yang mengetahui hal ini mencoba membantu mendamaikan keduanya, Dwipangga yang dikenal pandai membuat syair. diam-diam sering mengirimkan bait-bait yang indah kepada Ratih dengan mengatasnamakan Kamandanu.
Pelangi muncul diatas Kurawan
Warnanya indah bukan buatan
Seorang gadis ternganga keheranan
Rambutnya tergerai jatuh ke pangkuan
Sekuntum cempaka sedang mekar di taman sari desa Manguntur
Kelopaknya indah tersenyum segar
Kan kupetik cempaka itu untuk kubawa tidur malam nanti
Kubuka daun jendela dan terbayang malam yang indah dihiasi chandra kartika
di bulan Waisya ini
Sepuluh kali aku melewati pintu rumahmu yang masih rapat terkancing dari dalam
Kapan kau buka
Wahai sang dewi puspa
Pelangi itu muncul lagi
Membuat garis melengkung ke langit tinggi
Daun ilalang diterpa angin gemerisik membangunkan tidurku dari mimpi buruk
di batas tugu yang indah ini ku pahat dengan bermandikan keringat kasih
Kalau kau tatap mega yang berbunga-bunga
Disanalah aku duduk menunggu pintu maafmu terbuka
Pelangi senja mengantarkan burung-burung pulang ke sarangnya
Domba-domba pulang ke kandangnya
Tapi aku hendak kemana
Apa yang kulakukan menjadi tak berharga selama senyummu masih kau sembunyikan dibalik keangkuhan hatimu
Nari Ratih
Kau adalah sebongkah batu karang
Tapi aku adalah angin yang sabar setia
Sampai langit diatas terbelah dua
Aku akan membelai namamu bagaikan bunga
Jika hari telah tidur dipangkuan malam
Kukirim bisikan hatiku ini bersama angin
Biarpun malam pucat kedinginan
Biarpun bintang merintih dilangit yang jauh
Aku akan tidur dengan tenang
Sambil memeluk senyummu dalam kehangatan mimpiku
Aku berkelana mencari cinta ke desa-desa yang jauh
Akhirnya di candi Walandit kupuaskan dahagaku
Ratih menjadi begitu bahagia dan segera menemui Kamandanu, tetapi begitu mengetahui bahwa bait-bait syair itu bukan tulisan Kamandanu, Ratih pun merasa dipermainkan. Maka, terjadilah perselisihan diantara keduanya.
Kamandanu menyampaikan ketidaksukaannya kepada Dwipangga yang sudah turut campur urusan asmaranya. Maka, Dwipangga segera menemui Ratih bermaksud menjelaskan kejadian yang sebenarnya, tetapi begitu melihat kecantikan Ratih, Dwipangga malah terpesona dan menaruh hati kepada Ratih.
Meskipun sedarah dengan Kamandanu, Dwipangga memiliki sifat yang bertolak belakang dengan Kamandanu. Ia sangat licik dan pendendam serta gemar memikat wanita dengan syair karyanya yang selalu mengagumkan. Maka, tidak peduli meski Kamandanu sangat mencintai Ratih, Dwipangga berniat untuk merebut cinta pertama Kamandanu tersebut.
Akhirnya Dwipangga menjadi semakin sering menuliskan syair yang indah untuk Ratih. Lama kelamaan, Ratih pun terbuai oleh bait-bait yang dikirimkan Dwipangga. Tanpa sepengetahuan Kamandanu, Dwipangga sering melakukan pertemuan dengan Ratih sehingga pada suatu ketika terjadilah peristiwa di candi walandit. Nari Ratih yang lugu dibuat terpesona oleh Dwipangga sehingga ia bersedia memadu kasih dengan Dwipangga dan meninggalkan Kamandanu.
Arya Kamandanu yang memergoki kejadian ini sangat terpukul hatinya sehingga terjadi pertengkaran hebat dengan Dwipangga. Ketika Ratih dan Dwipangga akhirnya menikah, Kamandanu memilih meninggalkan rumah dengan mendalami ilmu kanuragan kepada Mpu Ranubhaya.
Kamandanu yang memutuskan berpetualang akhirnya bertemu dengan seorang gadis China bernama Mei Shin. Kebersamaan diantara mereka berdua akhirnya membuat keduanya saling jatuh cinta.
Kehidupan Ratih dan Dwipangga ternyata tidak berjalan harmonis. Setelah menikah dan melahirkan seorang putera bernama Panji Ketawang, Ratih kerap kali mendapat siksaan dari suaminya itu hingga ia akhirnya meninggal dunia.
Kematian Ratih kemudian membuat Dwipangga kembali membuat ulah dengan menodai Mei Shin yang kemudian mengandung seorang anak perempuan yang diberi nama Ayu Wandira.
Meskipun dengan hati terpukul, Kamandanu tetap berjiwa besar menikahi Mei Shin demi menghindari perlakuan Dwipangga yang sama terhadap cinta pertamanya. Akhirnya, iapun mengasuh Ayu Wandira dan Panji Ketawang seperti anaknya sendiri.
Tamat