“Aku
tidak bisa mempercayainya begitu saja, Laksmana.” Rama menghembuskan napas
panjang, berdiri menatap langit. Tangannya bersidekap resah, sejak tadi siang
terus berpikir.
“Bagaimana
mungkin kau tidak mempercayainya, kakanda ?” Laksmana berseru putus asa.
“Empat
belas tahun Shinta setia menemani di hutan rimba. Empat belas tahun hidup penuh
penderitaan demi mengabdi pada suamninya. Ditambah berbulan-bulan ditahan oleh
Rahwana, berbulan-bulan menanggung penderitaan di sarang raksasa. Bagaimana mungkin
kau tidak mempercayai Shinta ?”
“Berbulan-bulan.”
Rama mendesah, “Karena berbulan-bulan itulah, Laksmana. Siapa yang tahu apa
yang telah terjadi di Alengka? Siapa yang bisa memastikannya?”
“Tidak.”
Laksmana menggeleng kencang-kencang, seperti berusaha mengusir kalimat Rama
barusan jauh-jauh,” Aku tidak percaya kalimat itu keluar dari mulutmu, kakanda.”
Ruangan
singgasana hening sejenak.
Inilah
masalah baru pasangan Rama dan Shinta.
Jutaan rakyat Kosala bersorak
senang saat Rama membawa pulang Shinta ke ibu kota Ayodya. Kembalinya Rama juga
mengakhiri hukuman empat belas tahun terbuang. Tahta Raja Kosala dikembalikan
oleh adiknya, Barata. Kabar tumbangnya Rahwana, raja raksasa penyebab semua
masalah daratan India membuat rakyat berpesta. Lebih besar lagi pesta itu
karena yang mengalahkan Rahwana adalah raja baru mereka, Rama.
Tapi
kesenangan itu hanya sebentar. Entah siapa yang memulai, bisik-bisik kotor
merasuki penduduk kerajaan Kosala. Kabar burung menyebar begitu cepat. Di
sudut-sudut istana, di pasar-pasar kumuh, di kampung-kampung. Apalagi kalau
bukan kabar burung : Shinta sudah tidak
suci lagi. Berbulan-bulan ditawan Rahwana, siapa yang bisa memastikan
Shinta tetap mampu menjaga diri?
Rahwana
adalah raksasa licik yang sakti, ia bisa menipu siapa saja, bukan ?
Bisik-bisik
kotor itu bagai jelaga hitam ditumpahkan di langit-langit Ayodya, membuat kelam
sejauh mata memandang. Hanya tinggal waktu saja, bisik-bisik itu tiba di
telinga Rama. Rakyatnya meragukan kesucian Shinta.
Apakah Shinta tetap suci ? Berbulan-bulan ia ditahan di taman Asoka yang
indah. Di dalam istana kerajaan Alengka. Dijaga belasan raksasa buruk rupa. Apakah Shinta bisa menjaga kehormatan
dirinya?
Keputusan
besar itu diambil Rama. Ia memerintahkan agar ujian kesucian digelar untuk
Shinta. Melewati api yang berkobar tinggi. Jika Shinta selamat melaluinya, maka
tidak akan ada keraguan lagi.
“Apakah
kakanda masih mencintai Shinta ?” Laksmana bertanya lirih. Keputusan telah
diambil, tidak banyak yang bisa dilakukannya.
“Aku
mencintai, Laksmana . Bagaimana mungkin kau bertanya hal itu ?”
Laksmana
tertunduk, “Maka kakanda telah melakukan kesalahan besar. Kepercayaan adalah
fondasi penting sebuah cinta, kakanda telah kehilangan fondasi itu. Besok lusa,
hal ini akan terulang kembali. Besok lusa, tanpa fondasi tersebut, kakanda
hanya akan menjadi olok-olok seluruh penduduk Ayodya.”
Rama terdiam,
menelan ludah, menatap adiknya tidak mengerti. Ruangan singgasana lengang.
“Bukan,
sungguh bukan karena ingin mendengarkan penduduk Ayodya ujian kesucian ini
dilakukan.” Laksmana masih tertunduk, “Ujian ini dilakukan hanya untuk menutup
resah dihati kakanda. Besok, Shinta akan berhasil melewati kobaran api itu, tapi
kakanda tidak akan pernah berhasil memadamkan keresahan itu.”
Laksmana
membungkuk, izin pamit, melangkah hilang diantara helaan napas Rama.
***
Ujian
kesucian itu dilakukan di halaman istana, ditonton ribuan penduduk Ayodya.
Apakah
Shinta menolak ujian tersebut ? Merasa ujian itu melecehkan harga dirinya?
Shinta
bahkan tidak terpikirkan hal buruk sedikitpun. Ia tidak merasa suaminya
meragukan dirinya. Ujian ini hanya untuk membuktikan kepada rakyat banyak. Jangankan
melewati kobaran api suci, diminta Rama melakukan hal yang lebih sulit
dibanding itu ia bersedia.
Pagi
itu , ditengah mendung langit kota Ayodya, api berkobar, menjilat-jilat terasa
begitu panas bahkan dari jarak belasan meter. Penduduk yang sejak malam buta
berduyun-duyun datang hendak menonton, terdiam menatap kobaran api, menunggu
prosesi ujian dimulai.
Shinta
melangkah keluar dari istana. Mengenakan pakaian berwarna putih dan selendang
putih. Wajahnya terlihat jelita tanpa riasan sedikitpun, rambutnya terurai
panjang, dan halaman luas istana seketika diterpa oleh semerbak wangi yang
belum pernah dicium banyak orang.
Resi-resi
istana memulai prosesi. Sebuah kidung dinyanyikan. Puja-puji untuk seorang
putri yang akan membuktikan diri.
Dusta takkan bercampur dengan jujur
Hina takkan bercampur dengan
mulia
Oh, minyak takkan pernah menyatu
dengan air
Kebaikan takkan bercampur dengan
keburukan
Kesetiaan takkan bercampur
dengan pengkhianatan
Oh, Dewi Shinta takkan pernah
menyatu dengan gadis hina
Habis lagu itu membungkus
khidmat, Shinta melangkah mantap menuju kobaran api yang menyala tinggi. Penduduk
berseru jerih, beberapa pingsan tidak tahan menonton saat tubuh Shinta ditelan
api tersebut. Resi-resi berseru lirih. Rama memejamkan mata, tidak mampu
melihat istrinya menuju kobaran api tersebut.
Laksmana
benar. Satu menit berlalu, Shinta melangkah anggun keluar dari kobaran api. Lihatlah,
bahkan api tidak kuasa membakar seujung kuku pakaian yang dikenakan Shinta. Penduduk
terperangah, sejenak bersorak gembira. Shinta berhasil melewati ujian itu.
Gegap gempita memenuhi lapangan istana, Rama menghela napas lega, ikut berseru
riang.
Tetapi
cerita jauh dari selesai.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar